Geodesi
Meski baru dirilis awal Oktober 2013, “Gravity” sontak mendunia dan mencatatkan diri dalam box office. Film ini mencatatkan pendapatan hingga sebesar US $ 368,8 juta dalam tempo sebulan saja dan melampaui biaya pembuatannya yang ‘hanya’ US $ 100 juta. Meski lebih merupakan film psikologis yang menekankan perjuangan manusia untuk bertahan hidup dan tetap tabah di tengah kerasnya semesta pasca sebuah bencana, “Gravity” memberikan perspektif baru terkait potensi bahaya yang menghadang manusia kala terbang ke langit, yakni sampah antariksa. Ironisnya, sampah antariksa terjadi akibat ulah manusia pula khususnya dalam setengah abad terakhir yang gemar mengirim beraneka ragam satelit dan wahana antariksa lainnya ke langit, terutama ke lingkungan dekat Bumi, namun enggan memikirkan bagaimana membuang bangkainya saat usia pakainya sudah habis.
Gambaran artis saat satelit GOCE bertugas di orbitnya dan sedang menyalakan salah satu dari kedua mesin ionnya | Spaceflight101.com
Entah kebetulan atau tidak, bersamaan dengan melambungnya “Gravity”, sebuah satelit yang menyandang namanya telah menjadi sampah antariksa dan sedang bersiap untuk jatuh dari langit. Satelit itu bernama lengkap GOCE, akronim dari Gravity-field and steady-state Ocean Circulation Explorer. Penyelidik medan gravitasi Bumi dengan akurasi yang belum pernah dicapai program antariksa lainnya ini tak bisa lagi dikendalikan manusia setelah kehabisan bahan bakar Xenon-nya semenjak 21 Oktober 2013 lalu. Dan karena mengorbit Bumi pada ketinggian cukup rendah dibanding satelit-satelit orbit rendah lainnya, maka tak butuh waktu lama baginya untuk kembali jatuh ke Bumi. Saat ini diprediksikan bahwa GOCE bakal memasuki bagian atmosfer Bumi yang lebih padat pada 8 November 2013 mendatang dan seperempat bagian GOCE bakal tetap utuh untuk kemudian jatuh mencium permukaan Bumi.
Satelit GOCE dibangun badan antariksa Eropa (ESA) dengan tujuan untuk menyelidiki medan gravitasi Bumi dalam lingkup global pada akurasi yang tak pernah diperoleh sebelumnya. GOCE dilengkapi dengan instrumen gradiometer dan pemantul laser guna memetakan medan gravitasi hingga tingkat akurasi 1 miliGal (0,00001 g, g = percepatan gravitasi Bumi rata-rata) pada resolusi spasial kurang dari 100 km. Selain itu GOCE juga bertujuan untuk membantu menentukan model geoid, yakni model bentuk Bumi yang khas dengan mendasarkan pada permukaan laut rata-rata, dengan tingkat akurasi hingga 1 atau 2 cm, juga pada resolusi spasial kurang dari 100 km. Dengan tujuan seperti itu jelas bahwa GOCE adalah satelit geodesi yang bakal membantu kita memahami dinamika interior Bumi dengan lebih baik khususnya yang terkait lapisan litosfer dan selubung (mantel) Bumi. Misalnya komposisi selubung serta proses subduksi dan pengangkatan (uplift) lempeng-lempeng tektonik. Selain itu GOCE juga bakal membantu kita lebih memahami dinamika arus laut global dan ketebalan lembaran-lembaran es di kutub berikut pergerakannya.
GOCE dirakit oleh perusahaan Thales AleniaSpace dan EADS Astrium dalam bentuk tabung sepanjang 5,3 meter yang dilengkapi sayap-sayap panel surya sehingga lebarnya 2,3 meter. Panel surya tersebut mampu memasok tenaga listrik hingga 1.600 watt. Secara keseluruhan GOCE berbobot 1.077 kilogram dan memuat 40 kilogram Xenon sebagai bahan bakar bagi mesin ion-nya. Untuk kepentingan komunikasi, GOCE memiliki kemampuan untuk mengirim data ke Bumi hingga 1,2 Mbit/detik dengan menggunakan frekuensi 2 GHz. Sebaliknya kemampuannya untuk menerima data dari pengendalinya di Bumi hanya maksimum 4 kbit/detik. Agar misinya berjalan dengan lancar, GOCE harus mengorbit Bumi pada di bawah ketinggian 270 kilometer. Ini jauh lebih rendah ketimbang ketinggian satelit-satelit orbit rendah lainnya yang umumnya antara 300 hingga 600 kilometer. Agar panel suryanya berfungsi maksimal, GOCE pun harus mengorbit Bumi dalam kondisi tersinkron dengan Matahari, sehingga terus mendapat pancaran sinarnya tanpa terputus. Pada ketinggian itu molekul-molekul udaranya masih lebih rapat ketimbang di ketinggian lebih dari 300 km. Akibatnya GOCE mengalami pergesekan dengan molekul-molekul udara lebih intensif dan terus-menerus sehingga kecepatannya terus berkurang, yang berimbas pada turunnya orbitnya. Karena itu GOCE harus menyalakan mesin ionnya secara teratur guna mempertahankan kecepatannya sehingga tetap bertahan di orbitnya. Sebagai konsekuensinya GOCE dirancang hanya bekerja efektif selama 20 bulan saja.
Bumi mirip kentang, gambaran model geoid terkini berdasarkan data-data medan gravitasi Bumi hasil observasi satelit GOCE | Spaceflight101.com
Jatuh
Pada kenyataannya satelit GOCE akhirnya diterbangkan melalui kosmodrom Plesetsk (Rusia) pada 17 Maret 2009 dengan digendong roket Rockot. GOCE lantas mengorbit Bumi dengan orbit setinggi antara 223 hingga 232 kilometer pada inklinasi (sudut antara bidang orbit GOCE dan bidang ekuator Bumi) sebesar 96,5 derajat sehingga tersinkron dengan Matahari. Dengan orbit tersebut, satelit ini mengelilingi Bumi setiap 89 menit sekali. Dan setiap 61 hari sekali satelit GOCE melintasi titik yang sama di muka Bumi. Dan berbeda dengan perencanaannya, satelit GOCE ternyata mampu bertahan hingga 55 bulan di orbitnya, atau dua kali lipat lebih lama dibanding rencananya. Sepanjang waktu itu GOCE berhasil memproduksi model medan gravitasi Bumi dalam lingkup global dan peta arus laut yang lebih detil. namun pencapaian GOCE yang paling mengesankan adalah keberhasilannya mendeteksi gelombang gempa akbar Jepang 11 Maret 2011 yang merambat ke udara pada kecepatan 300 hingga 1.500 meter/detik. Ini memberikan pemahaman baru tentang gempa sekaligus menjadikan GOCE sebagai seismometer pertama di antariksa.
Pada 18 Oktober 2013 ESA menyatakan bahan bakar Xenon di GOCE telah amat menipis sehingga tekanannya sudah turun di bawah batas 2,5 bar. Akibatnya mesin ion GOCE tak lagi mendapat suplai bahan bakar mencukupi. Maka dalam tiga hari berikutnya ESA pun mendeklarasikan berakhirnya tugas GOCE sehingga satelit itu berubah menjadi bangkai satelit, bagian dari sampah antariksa. Tanpa kerja mesin ion, bangkai GOCE kian melambat sehingga orbitnya terus menurun menuju lapisan-lapisan atmosfer yang lebih rendah dan lebih padat. Akibatnya gesekan yang dideritanya kian membesar sehingga penurunan kecepatannya kian meningkat yang berakibat pada kian intensifnya penurunan ketinggiannya. Jika ketinggian orbit bangkai GOCE telah menyentuh angka 120 km, maka gesekan udara spontan melonjak hebat sehingga ia bakal memasuki lapisan atmosfer yang lebih rendah dengan kecepatan tinggi sehingga berpijar membara layaknya meteor. Sebagian besar struktur bangkai GOCE bakal menguap, namun seperempat bagian diantaranya (dengan massa sekitar 250 kilogram) bakal tetap utuh dan mencium muka Bumi dalam 40 hingga 50 keping. Sehingga berat rata-rata tiap keping sampah antariksa yang diproduksinya antara 5 hingga 6 kilogram.
Sedihnya, karena tergolong peristiwa jatuhnya sampah antariksa yang tak terkendali (uncontrolled re-entry), maka kapan waktu kejatuhan bangkai GOCE dan dimana koordinat titik jatuhnya tak bisa diketahui secara pasti sejak dini, kecuali pada saat-saat terakhir. Kapan sebuah sampah antariksa bakal jatuh kembali ke Bumi memang sangat bergantung pada dinamika lapisan atmosfer, khususnya pada ketinggian lebih dari 120 kilometer. Secara umum dinamika itu bergantung kepada aktivitas Matahari. Sehingga kala aktivitas Matahari memuncak dalam setiap siklusnya maka jatuhnya sampah antariksa akan lebih cepat terjadi seiring mengembangnya lapisan atmosfer. Dan sebaliknya kala aktivitas Matahari minimal, maka sampah antariksa bakal lebih lambat jatuh karena atmosfer mengempis. Namun bagaimana sebenarnya faktor-faktor yang mempengaruhi jatuhnya sampah antariksa sehingga prediksi bisa dilakukan dengan ketelitian tinggi dari detik ke detik belum jelas benar. Sejauh ini prediksi lokasi jatuhnya sebuah sampah antariksa dengan tingkat ketelitian tinggi hanya bisa diperoleh dalam 24 jam sebelum sampah tersebut benar-benar jatuh.
Sampah antariksa yang terpecah belah dan terbakar saat sedang menembus atmosfer Bumi yang lebih padat. Bangkai satelit GOCE pun bakal bernasib seperti ini. Namun seperempat bagiannya cukup tahan panas sehingga bakal tetap bertahan saat menembus atmosfer dan bakal jatuh mencium muka Bumi di titik kejatuhannya | Spaceflight101.com
Indonesia
Hal yang sama juga berlaku bagi bangkai GOCE. Kita bisa melihat bagaimana prediksi jatuhnya satelit ini benar-benar bervariasi dari waktu ke waktu. Pada 27 Oktober 2013, simulasi Simone Corbellini melalui elemen posisi satelit (TLE : two-line element) GOCE berdasarkan hasil pengamatan saat itu menunjukkan bangkai GOCE bakal jatuh per 8 November 2013 pukul 06:10 WIB dengan titik jatuh di Australia bagian tengah, namun dengan nilai ketidakpastian hingga 84 jam. Simulasi serupa dengan TLE hasil pengamatan hingga 29 Oktober 2013 menghasilkan prediksi berbeda, dimana bangkai GOCE diperkirakan bakal jatuh pada 10 November 2013 pukul 14:50 WIB di Rusia bagian utara, dengan ketidakpastian sedikit mengecil menjadi 78 jam. Dan prediksi terbaru di 1 November 2013, menggunakan data hasil pengamatan pada tanggal yang sama, menunjukkan bangkai GOCE mungkin bakal jatuh pada 8 November 2013 pukul 13:38 WIB di tengah-tengah Samudera Pasifik, dengan ketidakpastian lebih menyempit lagi menjadi 45 jam.
Jika menggunakan prediksi 1 November 2013 tersebut, maka bangkai GOCE berpotensi jatuh ke Bumi pada waktu kapan saja di antara 6 November 2013 16:38 WIB hingga 10 November 2013 03:38 WIB. Titik jatuhnya bangkai GOCE bisa terjadi dimanapun di muka Bumi yang terletak di antara garis lintang 83,LU (dekat kutub utara) hingga 83,5 LS (dekat kutub selatan), khususnya di titik-titik yang terletak di sepanjang lintasan satelit tersebut.
Bagaimana dengan Indonesia? Sepanjang rentang waktu itu, bangkai GOCE bakal melintas di atas Indonesia sebanyak 14 kali, dimulai pada 6 November 2013 pukul 1:37 WIB dan berakhir pada 9 November 2013 pukul 19:29 WIB. Setiap perlintasan hanya berlangsung dalam waktu 5-6 menit. maka pada hakikatnya hanya di titik-titik yang berada di dalam lintasan inilah bangkai GOCE berpeluang jatuh di Indonesia. Berikut petanya.
Peta lintasan bangkai GOCE di atas Indonesia pada 7 hingga 9 November 2013 pagi berdasarkan TLE GOCE 1 November 2013. Lintasan bangkai satelit GOCE diperlihatkan oleh garis merah. Dalam tiap lintasannya, bangkai GOCE bakal bergerak cepat dari timurlaut ke barat daya. Tiap lintasan memiliki label, misalnya “8/11/2013; 5:39″ berarti lintasan dimulai pada tanggal 8 November 2013 pukul 05:39 WIB di titik utara (garis lintang 10 LU) dan berakhir di titik selatan (garis lintang 12 LS) pada 5-6 menit kemudian. | Sudibyo, dengan data dari Corbellini
Peta lintasan bangkai GOCE di atas Indonesia pada 6 hingga 9 November 2013 malam berdasarkan TLE GOCE 1 November 2013. Lintasan bangkai satelit GOCE diperlihatkan oleh garis biru. Dalam tiap lintasannya, bangkai GOCE bakal bergerak cepat dari tenggara ke barat laut. Tiap lintasan memiliki label, misalnya “6/11/2013; 17:37″ berarti lintasan dimulai pada tanggal 6 November 2013 pukul 17:37 WIB di titik selatan (garis lintang 12 LS) dan berakhir di titik utara (garis lintang 10 LU) pada 5-6 menit kemudian | Sudibyo, dengan data dari Corbellini
*Catatan : peta dibuat berdasarkan data TLE (two-line element) bangkai GOCE per 1 November 2013. Seiring waktu, maka prediksi lintasan bangkai satelit GOCE dengan data TLE baru bakal bergeser sedikit di sebelah barat/timur dari prediksi lintasan yang disajikan dalam peta ini.
Sumber : Muh Ma'rufin Sudibyo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar